Sunday, August 29, 2010

Belajar tentang Aib

Saya percaya yang manusia dilahirkan bersama sisi gelap. Antagonist dan protagonist saling bertarung dalam diri. Atau Freud kata peperangan antara id dan super ego, mana yang akan menang, mana yang lebih kuat itu akan terzahir pada perbuatan, percakapan dan lintasan hati. Berarti kita punya aib yang perlu kita selidiki.

Sewaktu kecil dahulu, nenek dan ibu saya selalu mengingatkan saya agar jangan jadi paku dulang paku serpih jika saya bergaduh dan mau memburuk-burukkan teman sepermainan. Ibu saya memang tidak akan kasi muka sama saya, kalau bergaduh, nak mengadu-ngadu, eh siaplah ko yang akan kena dulu. Mempelajari tentang aib sendiri memang satu proses yang memalukan, tapi setelah melaluinya kita akan kata, alah kita tengah belajar ni, tidak ada apa yang nak dimalukan.

Bagaimana kita nak tau aib kita? Imam Ghazali memberikan empat cara untuk mengetahuinya seperti di bawah ini:-

1. Duduk di hadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai bahaya yang tersembunyi di dalamnya. Kemudian ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam bermujahadah membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan seorang murid dengan syeikhnya dan seorang pelajar dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya dan cara pengobatannya, tapi di zaman ini guru semacam ini langka.

2. Mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh ( mata hati yang tajam ) dan berpegangan pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan zhohirnya, sehingga ia dapat memperingatkannya. Demikian inilah yang dahulu dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka dan para pemimpin agama.

3. Berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-musuhnya. Sebab pandangan yang penuh kebencian akan berusaha menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari-cari kesalahannya adalah lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji dan menyembunyikan aib-aibnya. Namun, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan mengangnya sebagai ungkapan kedengkian. Tetapi, orang yang memiliki mata hati jernih mampu memetik pelajaran dari berbagai keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.

4. Bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, maka ia segera menuduh dirinya sendiri juga memiliki sifat tercela itu. Kemudian ia tuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang Mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri.

Tapi pada zaman moden inikan, no 1 dengan no 2 tu memang payah kita nak dapatlah. Cara yang saya praktikkan pula ialah dengan terlebih dahulu mengetahui kelas perangai saya. Saya mengetahuinya dengan melalui ujian psikologi. Setelah kita tau kelas kita, kita cari kawan yang bertentangan dengan kita (kawan-kawan sepsis yang kita eiii geramnya akuuuhhhh! Meluat dan menyampah yang kita rasa emo kangkung, ala-ala jiwang karat menghabeh boreh yoooo, tak kuasa aku nak layan, eeih budak ni kang aku sekeh juga kang)dan kita cuba dengarkan rungutan-rungutan mereka tentang kita.

Dari apa yang saya pelajari, kesanggupan kita dinilai dan keinginan kita untuk mengetahui kelemahan diri yang perlu dibaiki merupakan salah satu jalan untuk menuju kejayaan. Tak ada manusia dalam dunia ini yang mahu gagal. Semua mahu berjaya. Cuma mungkin ada orang datang jayanya pada usia muda, ada orang pula datang jayanya lewat usia, atau ada juga yang orang kata datang jayanya di penghujung nafas terakhir mereka. Kita ini sepsis pemburu cahaya di hujung terowong. Cuma ada orang duduknya dalam terowong lebih lama dari duduk bermandi cahaya di luar terowong.

No comments: